Kamis, 06 November 2008

SANG PRESIDEN DI MATA REKAN KECILNYA


Barack Obama yang dipanggil "Barry" (dilingkari) dan teman-teman sekelas berfoto bersama Kepala Sekolah SDN MEnteng 01 pada tahun 1969, Ibu Karim. Foto ini merupakan koleksi Bapak Bandung yang merupakan putra Ibu Karim.

Bursa capres AS semakin marak ketika Barack Obama, warga Afro-Amerika yang masih muda usia, ikut bertarung menuju Gedung Putih. Tetapi tidak seorang pun menyadari, ia adalah Barry Soetoro, salah seorang murid SDN Menteng 01 pada kurun 1969-1971. Sandra Sambuaga-Mongie (47), teman sekelas Barry, awalnya tidak menyadari Obama dulu adalah anak baru di kelasnya yang acap dipanggil "Barry dari Honolulu".

"Setelah pers menyebut dia pernah bersekolah di SD Besuki, kami langsung ingat dia adalah Barry. Sebab, teman kami yang orang asing cuma dia," kata Sandra sembari terbahak, ketika ditemui SP di sela-sela reuni teman sekelas Obama di SDN Menteng 01, Jalan Besuki, Sabtu (1/3). Ingatan manis sosok Barry di masa kecil itu pun lalu dikisahkan secara bersahutan oleh 18 dari 40 mantan teman sekelas Senator Illinois tersebut. Mereka bahkan bertekad membentuk Barack Obama Fans Club, sebagai bentuk dukungan dan kecintaan terhadap teman masa kecil mereka.

Barry masuk SDN Menteng 01 pada tahun 1969. Ia ketika itu langsung ditempatkan di kelas tiga. Barry disekolahkan ke SDN Menteng 01, sebuah SD percontohan di kawasan Menteng, ketika masih dipimpin oleh kepala sekolah, almarhumah Ny Samingatun bin Hardjodarsono atau yang akrab disapa dengan panggilan Ibu Karim. Ibu Karim pensiun dan digantikan oleh Ibu Tine Hahiyary.

Meskipun anak baru, Barry tidak minder. Ia mudah bergaul bahkan sesekali suka jahil terhadap teman-teman sekelasnya. "Dia suka cubit-cubit, cowel-cowel, atau tusuk-tusuk tangan kita pakai pinsil. Teman kami yang paling jahil ya cuma si Barry itu," kata Sandra, yang juga adik ipar anggota DPR dari Partai Golkar, Theo Sambuaga.

Sikap jahil Barry itu dinilai teman-temannya sekadar cara untuk menarik perhatian. "Ia ingin berteman, tetapi tidak lancar berbahasa Indonesia. Maka dia ganggu-ganggu kita, suka nyubit-nyubit. Dia ingin kita perhatikan," kata Cut Citra Dewi (47), teman sebangku Obama. Citra sendiri sering dipanggil Barry dengan nama yang sedikit aneh, "Citra Bau". Sapaan unik tersebut bermula ketika Cut Citra bersama-sama Barry masuk SD Besuki sebagai anak baru. Karena di kelas sudah ada anak lain yang bernama Citra, maka ia diberi istilah "Citra Baru", atau Citra si anak baru.

Sayang, Barry tidak bisa menyebut huruf "r" dengan jelas. Akibatnya, nama Citra sepintas terdengar aneh jika diucapkan Barry karena menjadi "Citra Bau".

"Saya awalnya tidak tahu kalau Barry orang asing," kata Citra sembari tersenyum-senyum ketika mengenang masa pertemanan dengan sosok Barack Obama. Selain berkulit hitam seperti rata-rata orang Indonesia, Obama tinggi besar dan berambut sangat keriting. Bulu mata Barry juga sangat hitam dan lentik. Gigi kecil-kecil serta putih dan tampak teratur. Barry yang lincah sering berangkat sekolah memakai sepatu kets, yang bentuknya mirip sepatu Convers. Tetapi, yang menarik di mata teman-temannya, tidak lain adalah sosok ibu kandung Barry yang bertampang "sangat bule", mirip dengan Dolly Parton. Di situ Citra dan mereka yang lain baru tahu jika Barry berasal dari luar Indonesia. Barry, bersama ibu kandungnya, Ann Dunham dan ayah tirinya, Soetoro, bermukim di Jl Pekalongan, Menteng.

Teman-teman sekelas Barry sering menarik-narik rambut bocah berdarah campuran Kenya dan Kansas tersebut.

Terlepas punya latar belakang budaya yang berbeda, tidak ada kendala bagi Barry untuk bergaul dengan teman-temannya. Ia sedikit-sedikit bisa berbahasa Indonesia. Ia tampak tidak mau menyendiri. Walaupun orang asing, ia suka bermain dengan semua anak. Barry bahkan pernah ditugasi menjadi ketua regu di Pramuka.

Menyenangkan

"Barry suka main. Tapi kalau belajar, dia serius. Ia juga mau bantu guru kalau disuruh menghapus papan tulis," kata Rully Dasaat (48), seorang fotografer.

Sosok Barry yang sangat menyenangkan hingga kini tidak lekang dari ingatan seluruh teman-temannya. Maka, ketika muncul tuduhan bahwa Barry sempat menuntut ilmu di sebuah sekolah Islam radikal di Jakarta, teman-teman sekelas langsung berang. Dua wartawan dari CNN dan Chicago Tribune sempat datang mewawancarai Rully untuk mencari kebenaran tentang latar belakang keislaman Barack Obama.

"Mengapa sampai muncul berita Barry belajar Islam radikal? Ini betul-betul saya sanggah. Tidak benar sama sekali. Sekolah kami (SD Besuki) tidak mengajarkan Islam radikal. Ini sekolah yang nasionalis," kata Rully.

"Kami punya kenangan kuat tentang Barry. Dia tetap bagian kami, meski dia tidak berada di Jakarta," ia menandaskan.

Bagi Rully, Obama dibesarkan dengan kultur beragam. Keberhasilan Indonesia memperoleh bantuan penanggulangan flu burung sebesar US$ 10 juta juga tidak bisa dilepaskan dari peran besar Obama. "Barry tahu kalau orang-orang Indonesia rentan kena flu burung karena masyarakat banyak yang hidup berbaur dengan unggas peliharaan," kata Rully.

Teman-teman sekelas Barry semua membenarkan bahwa dia penganut Kristen. Tetapi, sebagai sosok yang mudah bergaul, Obama tidak mempersoalkan perbedaan agama. Barry kecil, yang datang ke Jakarta tahun 1967, juga kerap kali ikut dengan teman-teman sekelasnya yang mayoritas beragama Islam itu untuk menjalankan ibadah sholat Jumat.

"Barry bukan Muslim. Tetapi saat sholat Jumat dia sering ikut," kata Eka Wiswadatu Ranggasori (48). Bagi Eka, watak Obama yang mudah bergaul sesungguhnya bukti ia punya talenta untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, tidak peduli kultur apa pun yang melingkupinya. [SP/Elly Burhaini Faizal]

Tidak ada komentar: