Selasa, 28 Oktober 2008

SEBAIKNYA ANDA KENALI MODUS OPERANDI KORUPSI




Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan, dari tahun 2004 hingga 2008 ada 211 kasus korupsi yang diselidiki, 107 perkara penyidikan, 75 perkara penuntutan, 59 perkara telah berkekuatan hukum tetap, dan 53 perkara telah dieksekusi.
Barangkali dari data itu, berada disekitar kita atau akan muncul disekitar kita.
Untuk mempertajam kepekaan kita, ada baiknya mengenalinya dengan cermat tentang apa saja kelompok-kelompok tindak korupsi yang belakangan ini makin jamak itu.Dari ratusan kasus korupsi itu, ada 8 kelompok perkara menurut jenis Tindak Pidana korupsi (TPK)-nya. Delapan kelompok itu adalah :

(1) TPK dalam pengadaan barang/jasa yang dibiayai APBN/D

(2) TPK dalam penyalahgunaan anggaran,

(3) TPK dalam perizinan sumber daya alam yang tidak sesuai ketentuan,

(4) TPK penggelapan dalam jabatan,

(5) TPK pemerasan dalam jabatan,
(6) TPK penerimaan suap,

(7) TPK gratifikasi, dan

(8) TPK penerimaan uang dan barang yang berhubungan dengan jabatan.

Setelah dikenali pengelompokannya, berikut kita juga harus faham tentang modus operandi yang juga sudah jamak terjadi. Setidaknya ada 18 modus operandi yang dirangkum KPK masing-masing :

(1) Pengusaha menggunakan pengaruh pejabat pusat untuk "membujuk" Kepala Daerah/Pejabat Daeerah mengintervensi proses pengadaan dalam rangka memenangkan pengusaha, meninggikan harga atau nilai kontrak, dan pengusaha tersebut memberikan sejumlah uang kepada pejabat pusat maupun daerah

(2) Pengusaha mempengaruhi Kepala Daerah/Pejabat Daerah untuk mengintervensi proses pengadaan agar rekanan tertentu dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung, dan harga barang/jasa dinaikkan (mark up), kemudian selisihnya dibagi-bagikan

(3) Panitia pengadaan membuat spesifikasi barang yang mengarah ke merk atau produk tertentu dalam rangka memenangkan rekanan tertentu dan melakukan mark up harga barang atau nilai kontrak

(4) Kepala Daerah/Pejabat Daerah memerintahkan bawahannya untuk mencairkan dan menggunakan dana/anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar atau fiktif

(5) Kepala Daerah/Pejabat Daerah memerintahkan bawahannya menggunakan dana/uang daerah untuk kepentingan pribadi koleganya, atau untuk kepentingan pribadi kepala/pejabat daerah ybs, kemudian mempertanggungjawabkan pengeluaran-pengeluaran dimaksud dengan menggunakan bukti-bukti yang tidak benar, bahkan dengan menggunakan bukti-bukti yang kegiatannya fiktif

(6) Kepala Daerah menerbitkan peraturan daerah sebagai dasar pemberian upah pungut atau honor dengan menggunakan dasar peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang tidak berlaku lagi

(7) Pengusaha, pejabat eksekutif, dan pejabat legislatif daerah bersepakat melakukan ruislag atas aset Pemda dan melakukan mark down atas aset Pemda serta mark up atas aset pengganti dari pengusaha/rekanan

(8) Para Kepala Daerah meminta uang jasa (dibayar dimuka) kepada pemenang tender sebelum melaksanakan proyek

(9) Kepala Daerah menerima sejumlah uang dari rekanan dengan menjanjikan akan diberikan proyek pengadaan

(10) Kepala Daerah membuka rekening atas nama kas daerah dengan specimen pribadi (bukan pejabat dan bendahara yang ditunjuk), dimaksudkan untuk mepermudah pencairan dana tanpa melalui prosedur

(11) Kepala Daerah meminta atau menerima jasa giro/tabungan dana pemerintah yang ditempatkan pada bank

(12) Kepala Daerah memberikan izin pengelolaan sumber daya alam kepada perusahaan yang tidak memiiki kemampuan teknis dan finansial untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya(13) Kepala Daerah menerima uang/barang yang berhubungan dengan proses perijinan yang dikeluarkannya

(14) Kepala Daerah/keluarga/kelompoknya membeli lebih dulu barang dengan harga yang murah kemudian dijual kembali kepada instansinya dengan harga yang sudah di-mark up

(15) Kepala Daerah meminta bawahannya untuk mencicilkan barang pribadinya menggunakan anggaran daerahnya

(16) Kepala Daerah memberikan dana kepada pejabat tertentu dengan beban kepada anggaran dengan alasan pengurusan DAU/DAK

(17) Kepala Daerah memberikan dana kepada DPRD dalam proses penyusunan APBD

(18) Kepala Daerah mengeluarkan dana untuk perkara pribadi dengan beban anggaran daerah.

Paparan ini hanya kiat-kiat lama yang sudah muncul kepermukaan, tetapi tidak berarti akan lahir modus operandi baru bersamaan dengan makin cerdasnya insane koruptor dikemudian hari.

Minggu, 26 Oktober 2008

SIMAK KEPEMIMPINAN UMAR BIN ABDUL AZIS


Umar Bin Abdul Aziz muncul di persimpangan sejarah umat Islam di bawah kepemimpinan dinasti Bani Umayyah. Walaupun pada dasarnya ia seorang ulama yang telah menguasai seluruh ilmu ulama-ulama Madinah, tapi secara pribadi ia juga hidup dalam simbol gaya hidup dinasti Bani Umayyah yang korup, mewah dan boros.
Itu membuatnya tidak cukup percaya diri untuk memimpin ketika keluarga kerajaan memintanya menggantikan posisi Abdul Malik Bin Marwan setelah beliau wafat. Bukan saja karena persoalan internal kerajaan yang kompleks, tapi juga karena ia sendiri merupakan bagian dari persoalan tersebut. Ia adalah bagian dari masa lalu. Tapi pilihan atas dirinya, bagi keluarga kerajaan, adalah sebuah keharusan. Karena Umar adalah tokoh yang paling layak untuk posisi ini.Ketika akhirnya Umar menerima jabatan ini, ia mengatakan kepada seorang ulama yang duduk di sampingnya, Al-Zuhri, “Aku benar-benar takut pada neraka.” Dan sebuah rangkaian cerita kepahlawanan telah dimulai dari sini, dari ketakutan pada neraka, saat beliau berumur 37 tahun, dan berakhir dua tahun lima bulan kemudian, atau ketika beliau berumur 39 tahun, dengan sebuah fakta: reformasi total telah dilaksanakan, keadilan telah ditegakkan dan kemakmuran telah diraih.Ulama-ulama kita bahkan menyebut Umar Bin Abdul Aziz sebagai pembaharu abad pertama hijriyah, bahkan juga disebut sebagai khulafa rasyidin kelima. Mungkin indikator kemakmuran yang ada ketika itu tidak akan pernah terulang kembali, yaitu ketika para amil zakat berkeliling di perkampungan-perkampungan Afrika, tapi mereka tidak menemukan seseorang pun yang mau menerima zakat. Negara benar-benar mengalami surplus, bahkan sampai ke tingkat dimana utang-utang pribadi dan biaya pernikahan warga pun ditanggung oleh negara.Memulai dari Diri Sendiri, Keluarga dan Istana Umar Bin Abdul Aziz menyadari dengan baik bahwa ia adalah bagian dari masa lalu. Ia tidak mungkin sanggup melakukan perbaikan dalam kehidupan negara yang luas kecuali kalau ia berani memulainya dari dirinya sendiri, kemudian melanjutkannya pada keluarga intinya dan selanjutnya pada keluarga istana yang lebih besar. Maka langkah pertama yang harus ia lakukan adalah membersihkan dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan. Dengan tekad itulah ia memulai sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah. Begitu selesai dilantik Umar segera memerintahkan mengembalikan seluruh harta pribadinya, baik berupa uang maupun barang, ke kas negara, termasuk seluruh pakaiannya yang mewah. Ia juga menolak tinggal di istana, ia tetap menetap di rumahnya. Pola hidupnya berubah secara total, dari seorang pencinta dunia menjadi seorang zahid yang hanya mencari kehidupan akhirat yang abadi. Sejak berkuasa ia tidak pernah lagi tidur siang, mencicipi makanan enak. Akibatnya, badan yang tadinya padat berisi dan kekar berubah menjadi kurus dan ceking. Setelah selesai dengan diri sendiri, ia melangkah kepada keluarga intinya. Ia memberikan dua pilihan kepada isterinya, “Kembalikan seluruh perhiasan dan harta pribadimu ke kas negara, atau kita harus bercerai.” Tapi istrinya, Fatimah Binti Abdul Malik, memilih ikut bersama suaminya dalam kafilah reformasi tersebut. Langkah itu juga ia lakukan dengan anak-anaknya. Suatu saat anak-anaknya memprotesnya karena sejak beliau menjadi khalifah mereka tidak pernah lagi menikmati makanan-makanan enak dan lezat yang biasa mereka nikmati sebelumnya. Tapi Umar justeru menangis tersedu-sedu dan memberika dua pilihan kepada anak-anak, “Saya beri kalian makanan yang enak dan lezat tapi kalian harus rela menjebloskan saya ke neraka, atau kalian bersabar dengan makanan sederhana ini dan kita akan masuk surga bersama.” Selanjutnya, Umar melangkah ke istana dan keluarga istana. Ia memerintahkan menjual seluruh barang-barang mewah yang ada di istana dan mengembalikan harganya ke kas negara. Setelah itu ia mulai mencabut semua fasilitas kemewahan yang selama ini diberikan ke keluarga istana, satu per satu dan perlahan-lahan. Keluarga istana melakukan protes keras, tapi Umar tetap tegar menghadapi mereka. Hingga suatu saat, setelah gagalnya berbagai upaya keluarga istana menekan Umar, mereka mengutus seorang bibi Umar menghadapnya. Boleh jadi Umar tegar menghadapi tekanan, tapi ia mungkin bisa terenyuh menghadapi rengekan seorang perempuan. Umar sudah mengetahui rencana itu begitu sang bibi memasuki rumahnya. Umar pun segera memerintahkan mengambil sebuah uang logam dan sekerat daging. Beliau lalu membakar uang logam tersebut dan meletakkan daging diatasnya. Daging itu jelas jadi “sate.” Umar lalu berkata kepada sang bibi: “Apakah bibi rela menyaksikan saya dibakar di neraka seperti daging ini hanya untuk memuaskan keserakahan kalian? Berhentilah menekan atau merayu saya, sebab saya tidak akan pernah mundur dari jalan reformasi ini.” Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah meyakinkan publik akan kuat political will untuk melakukan reformasi dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pemberihan KKN. Sang pemimpin telah telah menunjukkan tekadnya, dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan.Gerakan Penghematan Langkah kedua yang dilakukan Umar Bin Abdul Aziz adalah penghematan total dalam penyelenggaraan negara. Langkah ini jauh lebih mudah dibanding langkah pertama, karena pada dasarnya pemerintah telah menunjukkan kredibilitasnya di depan publik melalui langkah pertama. Tapi dampaknya sangat luas dalam menyelesaikan krisis ekonomi yang terjadi ketika itu. Sumber pemborosan dalam penyelenggaraan negara biasanya terletak pada struktur negara yang tambun, birokrasi yang panjang, administrasi yang rumit. Tentu saja itu disamping gaya hidup keseluruhan dari para penyelenggara negara. Setelah secara pribadi beliau menunjukkan tekad untuk membersihkan KKN dan hidup sederhana, maka beliau pun mulai membersihkan struktur negara dari pejabat korup. Selanjutnya beliau merampingkan struktur negara, memangkas rantai birokrasi yang panjang, menyederhanakan sistem administrasi. Dengan cara itu negara menjadi sangat efisien dan efektif.Simaklah sebuah contoh bagaimana penyederhanaan sistem administrasi akan menciptakan penghematan. Suatu saat gubernur Madinah mengirim surat kepada Umar Bin Abdul Aziz meminta tambahan blangko surat untuk beberapa keperluan adminstrasi kependudukan. Tapi beliau membalik surat itu dan menulis jawabannya, “Kaum muslimin tidak perlu mengeluarkan harta mereka untuk hal-hal yang tidak mereka perlukan, seperti blangko surat yang sekarang kamu minta.” Redistribusi Kekayaan NegaraLangkah ketiga adalah melakukan redistribusi kekayaan negara secara adil. Dengan melakukan restrukturisasi organisasi negara, pemangkasan birokrasi, penyederhanaan sistem administrasi, pada dasarnya Umar telah menghemat belanja negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar memperbesar sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah.Dalam konsep distribusi zakat, penetapan delapan objek penerima zakat atau mustahiq, sesungguhnya mempunyai arti bahwa zakat adalah sebentuk subsidi langsung. Zakat harus mempunyai dampak pemberdayaan kepada masyarakat yang berdaya beli rendah. Sehingga dengan meningkatnya daya beli mereka, secara langsung zakat ikut merangsang tumbuhnya demand atau permintaan dari masyarakat, yang selanjutnya mendorong meningkatnya suplai. Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, maka produksi juga akan ikut meningkat. Jadi, pola distribusi zakat bukan hanya berdampak pada hilangnya kemiskinan absolut, tapi juga dapat menjadi faktor stimulan bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat makro.Itulah yang kemudian terjadi di masa Umar Bin Abdul Aziz. Jumlah pembayar zaka terus meningkat, sementara jumlah penerima zakat terus berkurang, bahkan habis sama sekali. Para amil zakat berkeliling di pelosok-pelosok Afrika untuk membagikan zakat, tapi tak seorang pun yang mau menerima zakat. Artinya, para mustahiq zakat benar-benar habis secara absolut. Sehingga negara mengalami surplus. Maka redistribusi kekayaan negara selanjutnya diarahkan kepada subsidi pembayaran utang-utang pribadi (swasta), dan subsidi sosial dalam bentuk pembiayaan kebutuhan dasar yang sebenarnya tidak menjadi tanggungan negara, seperti biaya perkawinan. Suatu saat akibat surplus yang berlebih, negara mengumumkan bahwa “negara akan menanggung seluruh biaya pernikahan bagi setiap pemuda yang hendak menikah di usia muda.” Mengapa sejarah tak berulang?Sejarah selalu hadir di depan kesadaran kita dengan potongan-potongan zaman yang cenderung mirip dan terduplikasi. Pengulangan-pengulangan itu memungkinkan kita menemukan persamaan-persamaan sejarah, sesuatu yang kemudian memungkinkan kita menyatakan dengan yakin, bahwa sejarah manusia sesungguhnya diatur oleh sejumlah kaidah yang bersifat permanen. Manusia, pada dasarnya, memiliki kebebasan yang luas untuk memilih tindakan-tindakannya. Tetapi ia sama sekali tidak mempunya kekuatan untuk menentukan akibat dari tindakan-rindakannya. Tetapi karena kapasitas manusia sepanjang sejarah relatif sama saja, maka ruang kemampuan aksinya juga, pada akhirnya, relatif sama.Itulah sebab yang memungkinkan terjadinya pengulangan-pengulangan tersebut. Tentu saja tetap ada perbedaan-perbedaan waktu dan ruang yang relatif sederhana, yang menjadikan sebuah zaman tampak unik ketika ia disandingkan dengan deretan zaman yang lain. Itu sebabnya Allah Subhaanahu wa ta’ala memerintahkan kita menyusuri jalan waktu dan ruang, agar kita dapat merumuskan peta sejarah manusia, untuk kemudian menemukan kaidah-kaidah permanen yang mengatur dan mengendalikannya. Kaidah-kaidah permanen itu memiliki landasan kebenaran yang kuat, karena ia ditemukan melalui suatu proses pembuktian empiris yang panjang. Bukan hanya itu, kaidah-kaidah permanen itu sesungguhnya juga mengatur dan mengendalikan kehidupan kita. Dengan begitu sejarah menjadi salah satu referensi terpenting bagi kita, guna menata kehidupan kita saat ini dan esok. Sejarah adalah cermin yang baik, yang selalu mampu memberi kita inspirasi untuk menghadapi masa-masa sulit dalam hidup kita. Seperti juga saat ini, ketika bangsa kita sedang terpuruk dalam krisis multidimensi yang rumit dan kompleks, berlarut-larut dan terasa begitu melelahkan. Ini mungkin saat yang tepat untuk mencari sepotong masa dalam sejarah, dengan latar persoalan-persoalan yang tampak mirip dengan apa yang kita hadapi, atau setidak-tidaknya pada sebagian aspeknya, untuk kemudian menemukan kaidah permanen yang mengatur dan mengendalikannya.Masalah di Ujung Abad Ketika Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam menyatakan sebuah ketetapan sejarah, bahwa di ujung setiap putaran seratus tahun Allah Swt akan membangkitkan seorang pembaharu yang akan akan mempebaharui kehidupan keagamaan umat ini. Ketetapan itu menjadikan masa satu abad sebagai sebuah besaran waktu yang memungkinkan terjadinya pengulangan-pengulangan masalah, rotasi pola persoalan-persoalan hidup. Ketetapan itu juga menyatakan adanya fluktuasi dalam sejarah manusia, masa pasang dan masa surut, masa naik dan masa turun. Dan titik terendah dari masa penurunan itulah Allah Swt akan membangkitkan seorang pembaharu yang menjadi lokomotif reformasi dalam kehidupan masyarakat.
Itulah yang terjadi di ujung abad pertama hijriyah dalam sejarah Islam. Sekitar enam puluh tahun sebelumnya, masa khulafa rasyidin telah berakhir dengan syahidnya Ali bin Abi Thalib. Muawiyah bin Abi Sofyan yang kemudian mendirikan dinasti Bani Umayyah di Damaskus, mengakhiri sistem khilafah dan menggantinya dengan sistem kerajaan. Pemimpin tertinggi dalam masyarakat Islam tidak lag dipilih, tapi ditetapkan.
Perubahan pada sistem politik ini berdampak pada perubahan perilaku politik para penguasa. Secara perlahan mereka menjadi kelompok elit politik yang eksklusif, terbatas pada jumlah tapi tidak terbatas pada kekuasaan, sedikit tapi sangat berkuasa. Sistem kerajaan dengan berbagai perilaku politik yang menyertainya, biasanya secara langsung menutup katup politik dalam masyarakat dimana kebebasan berekspresi secara perlahan-lahan dibatasi, atau bahkan dicabut sama sekali. Itu memungkinkan para penguasa menjadi tidak tersentuh oleh kritik dan tidak terjangkau oleh sorot mata masyarakat. Tidak ada keterbukaan, tidak ada transparansi.
Dalam keadaan begitu para penguasa memiliki keleluasaan untuk melakukan apa saja yang mereka ingin lakukan. Maka penyimpangan politik segera berlanjut dengan penyimpangan ekonomi. Kezaliman dalam distribusi kekuasaan dengan segera diikuti oleh kezaliman dalam distribusi kekayaan. Yang terjadi pada mulanya adalah sentralisasi kekuasaan, tapi kemudian berlanjut ke sentralisasi ekonomi.
Keluarga kerajaan menikmati sebagian besar kekayaan negara. Apa yang seharusnya menjadi hak-hak rakyat hanya mungkin mereka peroleh berkat “kemurahan hati” pada penguasa, bukan karena adanya sebuah sistem ekonomi yang memungkinkan rakyat mengakses sumber-sumber kekayaan yang menjadi hak mereka. Bukan hanya KKN yang terjadi dalam keluarga kerajaan, tapi juga performen lain yang menyertainya berupa gaya hidup mewah dan boros. Negara menjadi tidak efisien akibat pemborosan tersebut. Dan pemborosan, kata ulama-ulama kita, adalah indikator utama terjadinya kezaliman dalam distribusi kekayaan. Jadi ada pemerintahan yang korup sekaligus zhalim, penuh KKN sekaligus mewah dan boros, tidak bersih, tidak efisien dan tidak adil.Itulah persisnya apa yang terjadi pada dinasti Bani Umayyah. Berdiri pada tahun 41 hijriyah, dinasti Bani Umayyah berakhir sekitar 92 tahun kemudian, atau tepatnya pada tahun 132 hijriyah. Tapi sejarah dinasti ini tidaklah gelap seluruhnya. Dinasti ini juga mempunyai banyak catatan cemerlang yang ia sumbangkan bagi kemajuan peradaban Islam. Salah satunya adalah cerita sukses yang tidak terdapat atau tidak pernah terulang pada dinasti lain ketika seorang laki-laki dari klan Bani Umayyah, dan merupakan cicit dari Umar Bin Khattab, yaitu Umar Bin Abdul Aziz, muncul sebagai khalifah pada penghujung abad pertama hijriyah.
Yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz adalah mempertemukan keadilan dengan kemakmuran. Ketika pemimpin yang saleh dan kuat dihadirkan di persimpangan sejarah, untuk menyelesaikan krisis sebuah umat dan bangsa. Dan itu bisa saja terulang, kalau syarat dan kondisi yang sama juga terulang. Dan inilah masalah kita, pengulangan sejarah itu tidak terjadi, karena syaratnya tidak terpenuhi…

CUACA EKSTREM BAKAL DIALAMI KLOTER HAJI PERTAMA


Para calon haji (calhaj) diminta benar-benar menyiapkankesehatan diri guna mengantisipasi cuaca ekstrim yang dilaporkan mulai terjadi di Arab Saudi, khususnya bagi mereka yang berangkat pada gelombang pertama awal November nanti.
Kelompok terbang (kloter) gelombang pertama calhaj Indonesiadijadwalkan berangkat pada 5 Nopember 2008, dan dilaporkan di Madinah --saat calhaj Indonesia gelombang pertama tiba pada 6Nopember -diprakirakan suhu tertinggi mencapai 33 derajat Celciusdan terendah dapat mencapai 13 derajat Celcius.
Dengan kondisi cuaca seperti itu, maka aspek kesehatan menjadi faktor yang benar-benar harus dipersiapkan dengan serius oleh calhaj . Jika perlu, konsultasikan lagi kepada dokter,khususnya bagi yang rentan terhadap perubahan cuaca ekstrim.
Selain konsultasi medis, juga dianggap perlu untuk mempersiapkan segala sesuatunya termasuk membawa pakaian tebal guna mengantisipasi cuaca dingin, sehingga semua kegiatan pada rangkaian ibadah haji bisa dilaksanakan dengan baik.
Disarankannya agar untuk bagi calhaj sejak tanggal 5 November tidak melakukan kegiatan beratyang menyita energi, sehingga persiapan fisik --khususnyamengantisipasi cuaca ekstrim--bisa membantu agar kesehatan paraCalhaj dalam kondisi yang baik.
Bagi calhaj minta untuk mengikuti peraturan ditetapkan Departemen Agama (Depag),diantaranya mengenai berat maksimal barang bawaan pada musim haji tahun 2008 ini maksimal 32 kilogram per orang dengan jenis bawaan yang benar-benar dibutuhkan untuk kepentingan iabadah haji.

Kamis, 23 Oktober 2008

APA PERLU JIN TURUN KE KOMPLEX


Bertandang di warung kopi Mamat ternyata seru juga. Tidak hanya nguping soal tetek bengek perilaku anak abg juga tidak kalahnya tentang analisis format pengamanan komplex ala warung kopi itu. Kesimpulan awal, nampaknya pengamanan makin loyo. dari ceritera satpam yang kehilangan motor, hp satpam direnggut maling ketika ketiduran sampai dengan betapa handalnya maling menggondol motor-motor anak STAN. Apapun argumentasinya, sepertinya masalah keamanan dalam negeri PJMI ini tidak cukup dibahas di warung kopi saja.

Rabu, 22 Oktober 2008

PJMI BINTARO - HUNIAN UNTUK SEMUA



Bagi penghuni komplex Perumahan Jurang Mangu Indah (PJMI) Bintaro - Jakarta, tuntutan rasa aman, nyaman dan kekeluargaan adalah sebuah impian dari 846 Kepala Keluarga yang bersatu padu dibawah kendali Rukun Warga (RW) 07 - Kelurahan Jurang Mangu Timur, Kecamatan Pondok Aren.Kehangatan, keramahan dan keperdulian warganya, menjadi ciri khas dari sebuah permukiman yang kini sedang dihimpit lokasi perumahan moderen milik Bintaro Jaya. Walaupun sudah terkesan mengikuti arus kehidupan metroplis, namun ciri-ciri kebersahajaan masih kental terlihat di komplex ini.Secara tehnis planologi, komplex PJMI adalah ideal untuk kehidupan masa depan, karena didalamnya menyimpan potensi dan spirit kekeluargaan yang tidak dimiliki komplex sekitarnya.Dengan memiliki 15 Rukun Tetangga (RT) sebagai ujung tombak pelayanan warga, terdapat fasilitas memadai dari sekolah taman kanak-kanak, sekolah dasar, mesjid, gereja, fasilitas bermain, lapangan olah rada dan tempat pertokoan.Tidak heran jika warga PJMI Bintaro yang tadinya pernah berdomisili di tempat lain, memberi ilustrasi sebagai tempat bagi sebuah untuk tumbuh, besar, dewasa dan barangkali juga sampai menemui kematian. Apa yang dinikmati warganya, tidak terlepas dari hasil pengabdian pengurus RW dan RT yang tanpa pamrih mendedikasikan diri untuk kenyamanan, keamanan dan kekerabatan warga semuanya.

Selasa, 21 Oktober 2008

OPEN HOUSE GAYA KAMPUNG


Kemiskinan yang melilit penduduk kampung Margasari, ternyata tidak harus melupakan tradisi “Aruh Ganal”. Sebuah jamuan massal gratis yang selalu diselenggarakan etnik Banjar di Kalimantan Selatan mengakhiri perayaan idul fitri.Untuk ukuran selebriti atau orang-orang kaya, pesta seperti ini jauh dari glamour karena tetamu undangan yang bakal hadir adalah penduduk kampung yang setiap harinya berkubang dengan tanah persawahan pasang surut, pengrajin anyaman, pembuat atap rumbia, atau paling tinggi srata sosialnya adalah guru negeri yang sejak kecil, besar dan (barangkali) mati di kampung miskin itu.Tetapi yang mengundang kekaguman adalah bentuk sprit kekeluargaan dan rasa nasib sepenanggungan yang terkesan langka bagi masyarakat moderen di perkotaan. Lelaki,perempuan, tua muda di kampung Margasari tersebut nampak menyatu dalam klosal gotong royong.Menjelang matahari menampakkan wajahnya di ujung kampung sebelah timur, ratusan lelaki tegab beserta puluhan perahu berkumpul disebuah dermaga untuk menunggu komando “tetuha kampung” (tokoh) untuk menjelajahi sungai Saka Raden untuk mencari kayu bakar dari pepohonan Kayu Galam yang biasanya tumbuh di areal rawa monoton.Sementara sejumlah kaum perempuan, terlihat sibuk menyiapkan makanan dan minuman yang sebelumnya dikumpul dari sumbangan warga kampung pada saat lebaran hari pertama. Tidak mewah memang, menu makanannya hanya terdiri dari nasi, sayur gangan Waluh (labu), Ikan Gabus, pepesan Ikan Patin, Iwak Wadi Papuyu (ikan sungai yang sudah menjalani permentasi) disertai dengan kue-kue tradisional seperti kue Amparantatak, Pais Pisang Talas, Nasi Lamak Bahinti, Kakicak, Apam habang, Tapai Lakatan yang semuanya terlalu rumit untuk diterjemahkan dalam dunia kuliner Indonesia.Suasana pagi itu sudah mengesankan sebuah pesta kecil yang biasanya disebut sebagai “baatur dahar”, sementara bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan “Baramu” (mencari kayu bakar) merupakan akvitas perjalanan wisata tahunan walaupun harus siap menghadapi tantangan rimba raya Kalimantan yang terkenal dengan kebuasan buaya, lintah, ular piton, kalajengking serta satwa pemangsa lainnya.Di ujung dermaga, juga berkumpul sejumlah puluhan lelaki dewasa beserta “kapal klotok” (perahu bermesin) yang penuh muatan dengan tali temali, tikar, bantal, kelambu, lampu sorot, prang, tombak dan peralatan masak-memasak. Kelompok ini adalah sebuah regu yang khusus bertanggung jawab mencari hewan “Hadangan Kalang” (kerbau besar) yang nantinya akan disajikan dalam pesta Aruh ganal itu.“Jangan ditanya tentang hambatan di lapangan, karena mereka bekerja penuh kegembiraan, ketulusan, tanggung jawab dan kehormatan,” tutur seorang lelaki setengah baya yang mengaku sudah seperempat abad terakhir selalu terlibat dalam pencarian hewan Hadangan Kalang yang biasanya ditemukan ratusan kilometer dari bibir sungai kampung mereka setelah menaklukkan keganasan alam berhari-hari.Bagi sekelompok perempuan yang bertanggung jawab dibidang konsumsi, tidak kalah menariknya. Dengan “lanjung” (tempat membawa padi) yang berada dipinggang masing-masing, pagi itu terkesan bagaikan rombongan kelompok marching band yang siap beraksi mengelilingi kampung dengan tugas mengumpulkan sumbangan beras.Margasari, sebuah perkampungan miskin 30 kilometer dari ibukota kabupaten Tapin, Kalimantan selatan yang menurut kepala kampung menyingkap penghasilan warganya rata-rata Rp.120 Ribu perbulan perkapita. Kemiskinan itu pula membuat warga kampung terpaksa melakukan migrasi besar-besran sejak sepuluh tahun terakhir, kemudian pulang mudik pada saat berlebaran.Kelompok pemudik itu, tidak semua memiliki keluarga dekat di perkampungan yang oleh pemerintahan kolonial memberi status pemerintahan “districhoofd” (kewedanaan) pada tahun 1889. Perumahan penduduk yang relatif besar dan berpekarangan luas tanpa pagar itu, tersusun berjejer mengikuti lekukan tiga cabang anak sungai sehingga tidak menjadi masalah bagi ribuan pemudik untuk mencari akomodasi.Kenduri besar-besaran seperti itu, juga dikenal bagi komunitas non-muslim yang tinggal dibelahan pegunungan Meratus, terutama suku Dayak “Urang Bukit” seperti kawasan Mancabung, Harakit, Balawaian, Batung, Danau Darah, dan Ranai. Walaupun terjadi perbedaan agama, namun kontek perayaan tidak terlepas dari rasa syukur atas nikmat dan keselamatan kampung yang dianugerahkan sang Khaliq.Letak perbedaan aruh ganal antara Muslim dan Non-muslim, adalah bentuk ritual dan instrument yang dipergunakan untuk perayaan itu. Bagi kaum Muslim, tidak ada ritual apapun kecuali membaca doa selamat yang dipimpin imam masjid, sebaliknya bagi penganut non-muslim biasanya dipimpin oleh pawang yang mengendalikan upacara adat “Balian”, sebuah ritual rumit yang memuja-muji roh halus dan dewa-dewa seperti “Kelangkung Mantit” (dewa nenek moyang burung), “Kelangkung Nyaru” (dewa petir) dan “Kelangkung Uria” (dewa yang dipercaya mampu memelihara tanaman dari pemangsa).Aruh ganal yang dilakukan warga kampung Margasari tahun ini, terkesan besar-besaran lantaran diantara para pemudik bersedia sebagai donatur perayaan. Jika bentuk “open house” lebaran tahun-tahun sebelumnya hanya diisi dengan hiburan pertunjungan “kuntau” (pencak silat), Kesenian hadrah atau Kuda Gepang dan permainan tradisional lainnya seperti “bagasing”, “balugu” atau “lalatupan” (meriam karbit dari batang kelapa” , namun kali ini disemarakkan lagi dengan orkes dangdut yang khusus diundang dari ibukota provinsi.Tidak ada aturan baku tentang berapa lama Aruh Ganal dilaksanakan, karena sangat tergantung dengan penyediaan konsumsi serta rangkaian acara. Tahun ini diselenggarakan selama dua hari dua malam tanpa henti, karena menjelang tengah malam diselenggaraan tadarus al-quran sampai khatam (tamat).Walaupun warga yang datang dengan pakaian seadanya memadati alun-alun kampung, namun diwajah mereka tercermin kebahagiaan luar biasa. Rasa terhibur bagi warga kampung miskin nampak berbeda dibanding penonton konser disebuah gedung ber-AC.Tidak jarang diantara mereka terkekeh-kekeh ketika menyaksikan pemain Kuda Gepang yang berkostum ala-kadanya terlihat melompat-lompat dan bertumbrukan dengan pemain lain lantaran menggunakan kacamata minus yang dipinjam dari tukang jam. Atau pada acara lain terlihat hadirin meneteskan air mata ketika imam masjid memberi spirit hidup bahwa kemiskinan bukanlah takdir dan kemiskinan merupakan bentuk lain dari kepongahan manusia yang dapat diruntuhkan oleh niat saling maaf dan memaafkan.

NARSISUS


Orang Yunani memiliki tokoh mitologis, Narsisus, yang jatuh cinta kepada dirinya sendiri. Tiap kali memandang dirinya di permukaan air, Narsisus kagum akan ketampanan wajahnya. Novelis humoris dan tangkas memainkan ironi, Paulo Coelho, dalam kisah pembuka novelnya, The Alchemist, menceritakan betapa banyak peri hutan merasa iri kepada telaga, tempat tiap pagi Narsisus mengagumi dirinya. "Enak ya kamu, tiap pagi memandang wajah tampan dan mata jernih itu," kata peri hutan. "Apa dia tampan dan matanya jernih?" jawab telaga. Lho, kamu melihatnya tiap pagi bukan?" "Tidak. Aku tak sempat melihatnya sebab tiap kali ia jongkok di tepiku, aku sibuk memandang kejernihan wajahku sendiri yang terpantul di matanya." Saya kagum membaca ketangkasan humor novelis ini. Dengan ringkas dan bagus ia hendak mengatakan, seperti para psikolog yang berurusan dengan "abnormalitas"—bahwa si telaga, mungkin maksudnya kita—sering lebih narsisisus daripada Narsisus sendiri. Sering kita berperilaku tak sehat, narsisme, tetapi tak menyadari bahwa kita mengidap gangguan jiwa. Gejala tak sehat ini direkam pula dalam buku Alice Miller, The Drama of the Gifted Child: The Search for The True Self (Drama Anak-Anak Kita: Membedah Sanubari Mencari Diri Sejati) yang menguraikan betapa berjuta-juta anak di dunia menjadi korban watak narsisme orangtua mereka sendiri. Kemudian anak-anak itu berangkat dewasa, secara narsistis pula. Dan ketika menjadi orangtua, mereka pun memperlakukan anak-anak seperti dulu mereka diperlakukan secara tak sehat. Cinta orangtua yang narsistis tadi, pada hakikatnya wujud cinta pada diri mereka sendiri. Orangtua menyayangi anak bukan demi si anak melainkan demi diri sendiri. Dan kita pun sering diperhadapkan pada sikap tak terduga. Anak yang tampak manis dan lembut, ternyata menyimpan potensi "bom" rasa cemas, takut, frustrasi, juga dendam secara sosial, dan dengan mudah meledak. Anak bunuh diri tanpa alasan masuk akal. Orang dewasa membunuh dengan kejam orangtua, istri, suami, atau anak sendiri juga tanpa alasan masuk akal. Tentu saja tak masuk akal, sebab semua alasan terpendam di bawah sadar, disembunyikan rapat di balik rasa cemas yang disulap menjadi kepatuhan. Mereka patuh bukan karena patuh, tapi karena takut. Menjadi anak saja sudah sulit. Apa lagi menjadi anak di dalam keluarga otoriter. Menjadi rakyat itu sulit, jalanan macet, dan harus mengalah dengan frustrasi tiap kali ada pejabat lewat dengan kawalan polisi. Kita takut pada orangtua otoriter, guru galak, polisi, satpam, tentara, pengawal presiden atau wakil presiden, ajudan menteri yang lebih dari menteri, atasan di kantor yang melebihi kuasa Tuhan, dan sikap banyak Bank yang mempekerjakan preman kejam menjadi "debt collector" berjiwa jin dan hantu. Mengapa kita sering membikin takut orang lain, dengan rasa bangga? Mengapa kecemasan orang lain menjadi kebahagiaan kita? Mungkin karena kita pun tak sepenuhnya waras. Para selebriti—intelektual maupun yang sama sekali tidak intelek dan sebetulnya membosankan—hati-hatilah terhadap pengagum, atau pencinta fanatik. Banyak tokoh dunia dibunuh—juga Ghandi yang mulia dan agung—oleh pencinta dan pengagum fanatiknya. Mengapa banyak pencinta dan pengagum fanatik pada tokoh publik? Mungkin karena pada dasarnya banyak orang tak pernah mendapat—dan karena itu membutuhkan—cinta dan kekaguman. Lalu mereka mengagumi orang lain demi diri mereka sendiri. Pengagum sobat saya, kiai AAgym, berbalik menjadi dengki, marah, mengutuk, karena sobat ini dianggap cermin diri mereka, tapi cermin itu dibikin retak. Diri mereka yang cemas, merasa kurang, merasa rendah, dan berharap, tiba-tiba dikecewakan. Dulu AAgym pasti tak terlalu sadar bahwa kekaguman yang menjulang ke langit dari begitu banyak warga yang butuh kagum, pada dasarnya juga potensi kebencian. Kiai ini mungkin mengira mereka kagum pada dirinya, padahal orang-orang itu kagum hanya pada diri mereka sendiri seperti Narsisus dan Telaga dungu itu, Cinta mereka tak sama dengan cinta pada Negara, yang menurut John Lenon membuat orang rela "to kill or die for" rela berkorban. Cinta dan kekaguman publik pada tokoh agama, seni, ilmu, filsafat, dan tokoh politik yang bisa mudah menang pemilu, disertai "bom" kemarahan, jengkel, kecewa, benci, dan niat balas dendam, dari memanggul setinggi langit ke niat mengubur dalam-dalam hingga kebencian terpuaskan. Sekarang para tokoh politik mungkin mulai sadar, betapa tak sehat suasana pemujaan politik di masyarakat. Sang Terpuja, pelan-pelan diancam kebencian, kemarahan, rasa kecewa, frustrasi, dan serangan politik bertubi-tubi. Musuh politik menari-nari di atas kebencian terhadap orang lain. Ini pun sebenarnya kedunguan yang tak disadari. Dikiranya dirinya tak mungkin dikenai sikap serupa. Kenapa kita tak mampu mengelola cinta dan kekaguman tetap menjadi cinta dan kekaguman? Karena kita terbius popularitas. Kita terbius aroma pujaan, dan lupa membalas dengan kerja keras untuk mewujudkan harapan. Jangan lupa, di dunia politik, pendukung, pencinta, pemuja, tim sukses, intinya mendukung, mencintai, memuja, dan menyukseskan harapan mereka sendiri. Begitu harapan dikecewakan, mereka siap mengasah pedang pembunuh naga. Pengagum, atau pemuja, juga dungu. Orang kok dipuja. Salah sendiri. Watak fanatis harus diubah. Kita mencintai, atau memuja secara dewasa. Dan kalau orang cukup dewasa, ia tak perlu pujaan. Akal, rasionalitas, dan hati harus seimbang supaya kita bisa meminta dan bisa memberi. Kalau memberi—cinta dan pemujaan—ya harus memberi. Kita tak boleh terus-menerus naïf, cengeng dan mentah dalam menyikapi tokoh. Kita tak boleh terlalu dekat Narsisus